Kamis, 31 Agustus 2017

Nyai AHMAD DAHLAN dan ORKESAN DANGDUT





 pict: by. google.com
Sebuah catatan kecil, maaf aku bukan seorang penulis handal. Cuman sekedar ingin mencurahkan isi hati melalui catatan kecil ini.

ORKES DANGDUT bisa kita lihat dari banyak sudut pandang, dan setiap orang pun mempunyai sudut pandangnya masing-masing. Orkes bisa terlihat positif ketika kita melihatnya dari sudut pandang seseorang yang mencari penghasilan dari hal itu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, anak dan istrinya. Karena aku juga pernah berada pada sudut pandang tersebut, menganggap orkes adalah pekerjaan yang paing enak di dunia. Kerjanya hanya main musik riwa-riwi seantero nusantara dengan hati yang selalu senang ceria di damping para biduan-biduan cantik ala dunia dan mendapatkan penghasilan pula untuk anak istri di rumah tanpa peduli dengan apa yang terjadi di luar panggung. Dan tak lupa selalu melakukan kewajiban beribadah sholat lima waktu. Itu sudut pandangku tentang enaknya menjadi anggota orkesan. Enak toh? Kewajiban sholat tak ditinggal, kewajiban sebagai seprang suami juga tak pernah lalai. Jangan pernah ditanya tentang dasar hukum agama, yang penting happy dan bisa memberi makan anak istri.

             Orkes juga pernah aku lihat dari sisi sebagai seorang penikmat musik sebagai hiburan dari lelahnya kesibukan dunia. Dengan joget kanan kiri, seolah mampu menghilangkan rasa penat dan dapat memunculkan kembali mood terbaik dalam menjalani hidup. Aku yankin kalian para penikmat orkes juga akan berkata demikian. “Mboh enak gak enak suara vocal penyanyine” yang penting joget mas.
              Akah tetapi aku terlupa dari sudut pandang negatif, yang tak pernah aku pikirkan selama ini. Memang, sudah pernah ada sebuah tulisan dari seorang saudari yang begitu menghebohkan dengan kritik pedasnya akan adanya sebuah orkesan di kecamatanku sehingga mencoreng fungsi pendidikan yang seharusnya mampu memperbaik akhlak dan moral anak. Mungkin itu bisa dijadikan sebagai sebuah pecutan keras untuk aku yang jarang melihat sisi negatif dari orkesan tersebut.

Ah … sebenarnya apa sih hubungannya orkes dangdut dengan Nyai Ahmad Dahlan? Terus untuk apa judul catatan ini dibuat?
Terfikir dalam benakku tentang sudut pandang negatif orkes dangdut. Dari sudut mana itu? Yaitu dari sudut pandang sebagai seorang pendidik/guru/ustadz yang selalu berusaha menanamkan karakter keagamaan, karakter bangsa yang beradab kepada seluruh peserta didik. Dan juga dari sudut pandang sebagai orang tua terutama seorang ibu yang menginginkan putra-putrinya tidak terjerumus dalam kegiatan-kegiatan yang kurang berguna untuk masa depan anak-anak mereka.

                Tulisan ini tercipta karena tiga sisi yang aku alami dalam satu bulan ini. pertama, dalam sebuah tulisan dari saudariku yang pernah membuka mata akan hubungan antara orkes dengan pendidikan moral. Kedua, banyaknya kegiatan-kegiatan dalam bulan agustus yang banyak mendapat sorotan, terutama orkes di sana-sini. Ketiga, bertepatan dengan launching film Nyai Ahmad Dahlan yang mana aku sendiri juga ikut menonton film tersebut di bioskop kota surabaya. Sebuah film yang menggugah jiwa para perempuan. Bagiku sangat recommended bagi seluruh perempuan di nusantara baik itu yang berjiwa Muhammadiyah Aisyiyah maupun tidak.
                 Nyai Ahmad Dahlan dengan nama asli nyai Walidah adalah seorang istri dari KH. Ahmad Dahlan seorang pendiri organisasi Muhammadiyah. Tak banyak yang aku ketahui tentang sosok beliau. Hanya saja baru beberapa hari yang lalu aku menonton film Nyai Ahmad Dahlan sebuah biografi yang menceritakan perjuangan Nyai Walidah dan juga organisasi ‘Aisyiyah. Sebuah perjuangan seorang perempuan yang mengangkat harkat dan martabat seorang perempuan dalam masyarakat. Mengistimewakan pentingnya peran seorang istri dalam rumah tangga dan juga terhadap perjuangan seorang suami. Sempat beberapa kali aku terharu, bahkan meneteskan air mata melihat perjuangan yang begitu gigihnya seorang perempuan bernama walidah. Memperlihatkan bahwa perempuan juga bisa menjadi sosok penting dalam perubahan peradaban seorang anak manusia.

Dan … pada malam ini tanggal 30 Agustus 2017, aku kembali melihat sosok Nyai Ahmad Dahlan (Nyai Walidah) dalam bentuk nyata di depan mataku. Pada acara resepsi agustusan tingkat desa yang aku hadiri, Terlihat sebuah tontonan orkes musik dangdut yang sedang berlangsung dengan begitu senangnya para penonton berjoget. Akan tetapi, Aku melihat sosok perempuan yang berani menerjang ke dalam keramaian para penonton yang sedang asyiknya berjoget. Mungkin kalian bertanya kepadaku, apakah aku mengenal siapakah perempuan itu yang menerjang di kerumunan para penikmat musik? Tentunya aku tahu siapa beliau.
Dalam fikiranku terbesit sebuah kecemasan tentang apa yang akan terjadi dengan apa yang beliau lakukan ini. Aku segera mengikuti gerak langkahnya dengan perasaan khawatir dengan apa yang akan terjadi. Sontak saja, hati ini heran, kagum, bangga, terharu. Dengan tanpa berfikir panjang akan resiko yang akan beliau hadapi. Mungkin dengan perasaan emosi yang meluap melihat para remaja putri dengan asyiknya ikut berjoget. Sebagai seorang ibu, sebagai seorang pemimpin sepertinya sangat wajar dengan apa yang beliau lakukan. Beliau menerjang kerumunan dan langsung membubarkan para remaja putri tersebut untuk tidak ikut dalam joget-jogetan. Tanpa memperdulikan siapa saja yang ada di sekitar mereka, tanpa memperdulikan dari keluarga mana dan anak siapa. Kalau ditanya, apakah beliau di mana rumah para remaja putrid itu? Siapakah nama-nama orang tuanya? Pekerjaan orang tuanya dan penghasilannya? Aku yakin jawabannya adalah beliau tidak tahu sama sekali. Yang beliau tahu hanyalah harkat dan martabat seorang perempuan itu dipertaruhkan dalam segala aktifitasnya, kegiatan negatif sekecil apapun jika dilakukan secara berkesinambungan akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan selalu terulang, apalagi kegiatan remaja putri joget-jogetan di depan panggung dan berkerumun dengan para laki-laki. Secara tidak langsung, sungguh sangat menyakitkan hati para orang tua terutama seorang ibu yang menginginkan anak keturunannya menjadi seorang perempuan yang sempurna di mata bangsa dan agama.
Entah masih berapa banyak lagi sosok Nyai Ahmad Dahlan yang bisa aku jumpai di sekitarku. Apakah sosok itu sudah musnah ditelan era akhir zaman.  Berani menerjang arus demi nasib orang lain, orang yang tidak ia ketahui asal-usulnya.
Wahai para putri, apa yang kau pikirkan dengan ikut joget-jogetan seperti itu? (maaf aku sendiri yang menulis ini belum mendapatkan jawabannya) Wahai para putri, kira-kira apa yang akan dikatakan oleh kedua orang tua mu dengan keadaanmu seperti itu.

Mohon maaf jika tulisan ini menjadikan banyak orang tersinggung. Jujur saja, aku sendiri tersinggung dengan apa yang terjadi di masyarakat kita, tentang pendidikan orang tua terhadap seluruh anggota keluarga. Apakah kita sebagai seorang remaja yang akan naik jabatan menjadi orang tua, rela dan mau menjadi orang tua yang mengikhlaskan sebuah pendidikan diserahkan pada orang lain saja? Marilah kita sama-sama untuk belajar arti sebuah kata “sadar” dan “peduli” dengan masa depan anak keturunan kita.
Brondong, Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar